Selasa, 15 Januari 2013

PITA RIA SARI




TANGKAI SENI HADRAH 
SENI BUDAYA MELAYU YANG TAK LEKANG OLEH WAKTU

Komplek rumah melayu kal-bar , Kamis (20/12), Pontianak menggelar  festival adat melayu yang ke VII yang berupa tangkai seni hadrah, terdiri dari peserta yang berasal dari beberapa kabupaten/kota  se-Kalimantan Barat untuk melestarikan kebudayaan melayu yang ada.
Merdu suara para pemain hadrah, diiringi hentakan tangan membunyikan gendang serentak bagai irama yang tak mampu digambarkan dengan kata-kata, gemerlap panggung yang indah dihiasi para penari yang tampan dan cantik rupawan. Baju yang indah dihiasi warna –warni kerudung dan peci, senyum tersimpul diwajah para penari, gegap gempita seakan memecahkan keramayan kota Pontianak dimalam itu, alunan lagu yang dinyanyikan para pemain hadrah sangatlah indah dengan berisi nasehat-nasehat yang tak terlupa.
Malam itu mungkin menjadi sejarah pertama kalinya saya menginjakan kaki ketempat yang luar biasa indah dan megah, yang juga merupakan salah satu tempat ciri khas dari tempat tinggal orang melayu Kal-Bar. Tempat ini terasa megah karena terdiri dari beberapa tangga yang menjulang tinggi dan dinding-dinding yang dihiasi jendela-jendela besar. Tiang-tiang yang menjulang  dan ruangan yang indah didalamnya memberikan nuansa yang begitu istimewa saat kita memasuki tempat itu. Saat melangkahkan kaki kedalam, mata saya langsung tertuju keatas panggung yang akan menjadi tempat pertunjukan seni hadrah. Saya memilih untuk duduk didepan tanpa menggunakan kursi, karena kursi yang tersedia telah penuh dengan peserta seni hadrah dan para penonton yang sangat bersemangat untuk menyaksikan pertunjukan ini. Selang beberapa menit kami duduk, pembawa acarapun membuka acra dan memperkenalkan para juri tangkai seni hadrah ini. Tangkai seni hadrah terdiri dari tiga juri yang pertama, Sy. Selamet yusuf,  kemudian juri dua syawaludin, dan yang ketiga mu’in. setelah memperkenalkan juri, barulah pembawa acara memanggil peserta pertama dari tangkai seni hadrah ini, peserta pertama merupakan perwakilan dari MABM (majelis adat budaya melayu) kabupaten Pontianak tepatnya berasal dari mempawah, yang terdiri dari 12 penari remaja putra dan 3 pemain gendang yang terdiri dari bapak-bapak berumuran 40-50an, kostum yang digunakan para penari yaitu 6 orang bewarna merah muda dan 6 orang bewarna biru. Penari ini melakukan pertunjukannya selama kurang lebih 15 menit, dengan beberapa gaya tarian yang memukau para penonton, tepuk tangan dari para penonton semakin menambah semangat para penari dalam melakukan pertujukan malam itu. Setelah pertujukan deri peserta pertama selesai, pembawa acara memanggil peserta yang kedua yang merupakan perwakilan MABM kabupaten Sekadau. Penari dari MABM Sekadau ini memnggunakan baju kuning yang semakain memeriahkan suasana, karena seperti yang kita tau bahwa kuning merupakan simbolis dari warna orang melayu, pertunjukan dari peserta ke dua ini tidek kalah menariknya dengan yang pertama, para penari yang kedua ini juaga terdiri dari 12 orang remaja putra. Setalah pertunjukan peserta yang kedua selesai tibalah kepeserta yang ketiga yang berasal dari MABM kabupaten Sambas. Peserta yang ketiga ini terdiri dari 12 penari remaja putri yang di hiasi kerudung dan baju yang berwarna merah muda. Penampilan peserta ketiga ini semakin memukau dengan tarian yang lebih bervariasi dan lebih rapi, lentik jari para penari serta kekompakan tariannya menggambarkan bahwa mereka memang sudah terbiasa melakukan gerakan itu. Setelah kurang lebih 15 menit pertunjukan tarian hadrah dari sambaspun berakhir. Kemudian disusul undian ke empat yang merupakan perwakilan MABM kabupaten Melawi yang terdiri dari 12 orang penari remaja putri menggunakan baju merah dan kerudung hitam.
Entah mengapa para penonton semakin berdesak-desakan kedepan. Setelah pembawa acara memanggil para penari dan menyebutkan perwakilan penari barulah saya sadar kalau mereka yang berdesakan kedepan merupakan pendukung dari peserta undian kelima ini. “Ayo Pontianak” ujar salah satu penonton, perserta undian kelima ini merupakan peserta yang berasal dari MABM kota Pontianak. Dimana para penari terdiri dari 12 penari putri yang menggunakan baju hijau dan kuning. Penampilan hadrah dari MABM kota Pontianak ini sedikit berbeda dari penampilan-penampilan yang sebelumnya. Jika penampilan sebelum-sebelumnya terdiri dari bapak-bapak sebagai pemukul gendang, MABM kota Pontianak menggunakan remaja putri yang sebaya dengan para penari sebagai pemukul gendangnya. Mereka terlihat memilki keahlian yang tidak jauh berbeda dengan pemukul-pemukul  gendang yang sebelumnya, suara gendang yang dihasilkan juga lumayan asyik dan merdu. Durasi tampilan peserta kelima juga sekitar 15 menitan. Untaian alunan lagu yang dinyanyikan para peserta dari MABM kota Pontianak ini berisi kata-kata nasehat dan ajakan yang sangat bijaksana. Salah satu isinya yaitu ajakan untuk para generasi muda untuk melestarikan budya melayu agar tidak punah. Sungguh penampilan yang luar biasa bagi saya saat menyaksikannya. Setelah sekitar 15 menitan pertunjukan dari peserta kelima inipun berakhir. Tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 22.00 wib, dan kami memutuskan untuk pulang karena sudah malam, padahal masih ada beberapa peserta lagi, sebelum pulang saya masih sempat mendengar bahwa peserta yang keenam berasal dari MABM kabupaten Kubu Raya, sebenarnaya masih ada keinginan kami untuk menyaksikan pertunjukan ini sampai selesai, tetapi mengingat waktu yang semakin larut dan masing-masing dari kami tidak ada yang bisa menyaksikan sampai akhir, maka yang dapat kami saksikan malam itu hanya lima peserta dan kami kurang mengetahui berapa jumlah peserta secara keseluruhannya.
Ada beberapa adengan yang lucu saat sya menonton pertunjukan seni hadrah ini yang pertama saat salah satu pemain gendang yang saat pertunjukan akan selesai dan mereka mau pergi dari atas panggung, teks lagu yang mereka bwakan terjatuh, dan tukang pemukul gendang ini mengambil, sehingga mengundang tawa bagi penonton, padahal akibat dari ulah tukang gendang tadi jga membuat suara gendang menjadi aneh karena dia tidak memukul gendangnya. Pengalaman lucu kedua yaitu saat saya melihat peserta darislah satu MABM yaitu salah satu pesertanya susah membuka mata Karen dandanan yang terlalu menor pada mata, dengan gerakan mereka yang agak sedikit menunduk mata salah satu penari ini terlihat seperti terpajam. Saya bukan mau mengejek, tapi hanya sedikit mengomentari, agar kedepan bisa lebih baik.
Sungguh pengaaman yang luar biasa pada malam itu, walau sebenarnya saya agak penasaran ingin menonton sompai akhir, tapi pertunjukan dari lima peserta sudah memukau saya. Sunggunh indah tarian tradisional terutama tarian melayu yang saya saksikan itu, saya baru sadar jika tarian tradisional tdak kalah dengan tarian modern sekarang. Jika para pemuda mau meneruskan serta mengembangkan tarian ini, saya yakin tarian ini dapat terkenal separti tarian-tarian tradisional lainnya seperti tari jaipong, tari saman dan sebagainya. Jujur saja saat saya menonton tarian ini beberapa dari teman saya mengaku tidak pernah melihat atau tau dengan tarian ini. Mereka melihat tarian ini seperti tari saman, padhal tari saman berbeda dengan tarian seni hadrah ini. Tarian ini lebih berirama dan tidak secapat tarian saman. Jadi, pengalaman malam itu sangat memberikan banyak pelajaran bagi kami. Tidak hanya terhibur dengan ataraksi-atraksi yang ditampilakan para penari, tapi juga menambah pengetahuan akan seni tradisional yang ada. Semoga pergelaran seperti ini lebih sering diadakan agar generasi muda bisa mengetahui akan buaya yang ada.
Setelah mengikuti acara pada malam hari, hari jumat saya dan teman-teman mengikuti kembali rangkaian kegiatan dari festival adat budaya melayu yang ke VIII ini yaitu berupa seminar internasional yang bertemakan melayu gemilang warisan kearifan lokal dan pendidikan karakter nusantara yang diselenggarakan di hotel Orcharz di Jl. Perdana.
Sekitar pukul 14.30 wib, kami berangkat dari kampus menuju tempat seminar dengan kondisi cuaca yang sedikit gerimis, namun kondisi ini tidak menyurutkan niat kami untuk mengikuti seminar. Setiba kami di hotel kami bertanya kepada satpam dan kami ditunjuakan jadwal dan tempat dari seminar berlangsung. Ternyata di hotel tersebut terdapat lagi beberapa seminar yang juga merupakan rrangkaian dari kegiatan seminar yang ada pada hari itu. Tujuan awal kami yaitu mengikuti seminar dilantai enam, setibanya kami dilantai enam ternyata tidak ada tempat lagi untuk kami duduk, dan kami memutuskan untuk ikut seminar dilantai 3 ruang A pada pukul 14.45-15.45 wib. Saat kami masuk ruangan seminar kami begitu terkesima melihat megahnya ruangan tersebut. Setelah duduk kami medengarkan pembawa acara mempersilahkan moderator untuk memimpin seminar, dimana seminar tersebut dimoderatori oleh Pak Dedy Ari Asfar yang merupakan dosen mata kuliah bahasa Indonesia kami. Ini merupakan siding parallel 7 kelompok A. Pemateri diruangan itu ada 3 orang yang berasal dari pusat pengajian, pendidikan jarak jauh Universitas Malaiysia Prof. Madya dan Dr. Mohd Isa Othman, yang kedua yaitu Pangiran Hajah Mahani binti Pangiran Haji Ahmad dari Pusat sejarah Berunai Negara Brunai Darusalam, dan terakhir adalah H. Baidhillah Riyadi M. Ag dan Didik M. Nur Haris M.sh. dari Politekhnik negeri Pontianak yang juga merupakan perwakilan dari Indonesia. Pemateri pertama materinya berupa paparan tentang histografi melayu Kedah atau bertemakan tentang Histografi Melayu Tradisional Negeri, pengalaman Kedah Darul Aman. Kemudian pemteri memaparkan tentang salah satu karya sastra dari kedah yang berjudul syair duka nestapa dimana secara garis besarnya bertemakan tentang keedukacitaan karena dijajah. Kemudian pemateri juga memaparkan tentang beberapa tujuan penulisan histografi yaitu salah satunya yaitu perintah dari sultan. Pada simpulan, pemateri pertama mengatakan bahwa histografi merupakan warisan yang sangat penting dan harus dijaga. Disambung pemateri kedua yang bernama Hajah Mahani Binti Pangiran Haji Ahmad yang membawakan materi tentang koleksi bahan Berunai di Luar Negri, dan cerita tentang kejayaan Brunai abad ke-14 sampai sekarang. Pemateri dua ini menceritakan tempat-tempat yang ada diberunai yang berupa pusat sumber sejarah, dimana memiliki berbagai peninggalan seperti buku-buku dan sebagainya. Pemateri ke-2 ini juga bercerita tentang pengalamannya mengumpulkan bukti-bukti sejarah dikawasa Kalimantan Barat, dimana mereka mengunjungi berbagai tempat yang dulunya memilki kerajaan atau memilki situs-situs sejarah peninggalan kerajaan melayu. Tempat-tempat yang dikunjunginya seperti Sambas, Ketapang, Mempawah, sanggau, dan Pontianak. Tiba di pemateri yang ketiga seorang dosen yaitu dosen polnep. Namu, kami tidak dapt mengikuti seminar tersebut karena, waktu sudah semakin sore, mengingat masing-masing dari kami belum shlat dan masih ada kepentingan lain dan kami memutuskan untuk pulang. Itulah seputar pengalaman saya mengikuti dua rangkayan kegiatan dari vestival adat seni budaya melayu yang ke VIII.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar